Rabu, 30 Desember 2015

Analisis Kritik Sastra Objektif cerpen Wangi karya Korrie Layun Rampan


Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam cerpen Wangi itu sebagai berikut:
Tema
Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.
Tema atau pokok persoalan cerpen wangi adalah percintaan Si aku kepada Mas Joni lengkapnya Marjoni Harjoprawiro. Gambaran ini terletak pada halaman 3 berikut ini.
“Memang indah rumah tangga yang tak terbagi. Pernah aku ingat kata-kata seorang penyair ternama bahwa lelaki yang membagi cinta seperti sungai bercabang dua. Akan tetapi wanita yang membagi cinta? Seperti sungai tanpa muara?”
“Mengerikan sekali sungai tanpa muara. Yang ada adalah banjir dimana-mana, yang ada adalah kesusahan dan derita, karena terus melanda mencari tempat mengalir.”
Amanat
Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya.
Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen wangi adalah: jangan cepat mengambil kesimpulan kepada yang yang kita sayangi, cintai bahkan diagung-agungkan. “Sebagai bukti dan kesetiaan sorang suami dan sebagai tanggung jawab seorang kepala rumah tangga Mas Joni rela memberikan uang, harta benda, perusahaan, nama harum, status sosial, dan segala bernama kebaikan.”
Latar
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial. 
Latar Tempat
Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, mobil, taman, gereja dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, rumah, pemakaman dan sebagainya :
 “Manusia bersedih karena dirinya sendiri. Kekasih kita yang telah tiada, karena memang datang dari Tiada yang Maha Ada. Ia sudah senang, daan tah butuhkan air mata kita.”
“Sesaat aku masih memandang makam bertanah merah, dan aku seakan dipeluk Mas Joni. Seakan aku digandeng saat hari pengantin.”
Latar Waktu
Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut :
“kemarin, ya, benar. Kemarin pagi. Mas Joni tepat berulang tahun keempat puluh tahun, dan pagi-pagi sekali kami berdua lari, sebagaimana biasa olahraga yang ringan saja. Tak lebih setengah jam. Kami berlari mengelilingi taman, beberapa kali, dan kami duduk, setelah terasa lelah.”
Latar Sosial
Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :
“Rasanya aku tak naik kereta, dan aku memiliki beberapa mobil sehingga aku lupa rasanya naik bus kota.”
“Atau akau tertabrak di dalam mercy-ku sendiri ?”
“tidak !”
 “seingatku, aku tak pernah jalan sendirian. Kalau tak bersama Mas Joni, aku selalu diantar sopir.”
Alur
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan itu memiliki struktur. Didalam cerpen ini terdapat penggalan cerpen seperti berikut.
“Ingat aku akan pakaian pengantin yang membebat tubuhku, yang membuatku tampak jelita. Kata orang, saat aku menjadi ratu sehari, sungguh aku bagaikan bidadari. Ingat aku akan Mas Joni, mataku sediri melihat ia memang sungguh seorang suami yang tak mungkin dikhianati. Tampangya sungguh tak tertandingi oleh lelaki lain, mata hatiku menangkap segala yang tersimpan didalam dadanya. Selop pengantin yang dipakainya, baju, kuluk, dan untaian bungan melati, sungguh memang ia seorang lalaki. Ia bagaikan pangeran yang datang dari negeri kahyangan, turun ke bumi, menjadikan aku permaisuri, dan menyerahkan kebahagiaan tak tertara di dalam kehidupan rumah tangga.”
“Aroma bunga melati itu menyeruak lagi. Tak lupa kau akan haruman melati, seakan aku dituntun pada masa silam di hari pengantin, saat aku bersanding dengan Mas Joni. Lama sudah waktu berlalu, lima belas tahun yang lalu, akan kenangan tentang kebaikan dan keharuman itu tak pernah terhapuskan. Wanginya cinta, dan harumnya kasih, mekar di altar hingga ke tenggah rumah, ke tengah keluarga, bersama anak-anak tercinta. Keharuman mewangian di dalam seluruh hidupku, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai nyonya rumah tangga, sebagai kekasih Mas Joni.”

Penokohan
Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. Karrie Layun Rampan menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut. 
Tokoh Aku
Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Merasa tidak ada lelaki lain yang berusaha merbut kasih sayangnya. Si aku juga ingin tidak ada seorang wanita lain yang harus dibagikan kasih sayang oleh Mas Joni.
Tokoh Supir
Tokoh ini merupakan salah satu yang ada dalam cerpen bisa dilihat dari penggalan cerpen berikut ini.
“Semua supir yang ada baik semuanya, bahkan sangat terhormat, dan punya moral dan etika yang cukup tinggi. Mereka sangat taat beribadah, seperti Mas Joni tak pernah alpa ke gereja!.”
Tokoh Joni
Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini. Secara jelas tokoh ini diagung-agungkan oleh istrinya sebagai  orang yang baik, setia, tanggung jawab. Tetapi di akhir cerita Mas Joni meninggal  dan meninggalkan beberapa wanita yang juga menangisi kepergiannya.
Titik Pengisahan
Yang dimaksud dengan titik pengisahan yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Maksudnya apakah, pengarang ikut terlibat langsung dalam cerita iu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita.
Didalam cerpen wangi sepertinya karrie Layun Rampan memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar